Friday, August 3, 2018

Pengantar Manajemen "PENGAWASAN"


BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pengawasan merupakan salah satu fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting karena tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang digunakan, seperti pengawasan pendahuluan (preliminary control), pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), pengawasan feed back (feed back control). Didalam proses pengawasan juga diperlukan tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri dari beberapa macam, yaitu tahap penetapan standar, tahap penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan, tahap pengukuran pelaksanaan kegiatan, tahap pembandingan pelaksanaan dengan standar dan analisa penyimpangan dan tahap pengambilan tindakan koreksi.
Suatu organisasi juga memiliki perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut dibutuhkan alat bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat bantu pengawasan ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan. Pengawasan juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang keberhasilan dari suatu tujuan organisasi diantaranya.
Pengawasan pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan, melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan kerja tersebut.

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian dari pengawasan ?
2.      Bagaimana ruang lingkup pengawasan ?
3.      Apa tujuan dari pengawasan ?
4.      Bagaimana proses pengawasan ?
5.      Apa saja jenis-jenis pengawasan ?

1.3 Tujuan dan Manfaat
1.      Mengetahui pengertian dari pengawasan.
2.      Mengetahui ruang lingkup pengasawan.
3.      Mengetahui tujuan dari pengawasan.
4.      Mengetahui bagaimana proses pengawasan.
5.      Mengetahui jenis-jenis pengawasan.




BAB II
LANDASAN TEORI


2.1  Pengertian Pengawasan
George R Terry dalam bukunya “principles of management” menyatakan pengawasan sebagai proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan, mengevaluir pelaksanaan dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sedemikian rupa hingga pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Henry Fayol dalam bukunya “general industrial management” menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Harold Koonzt dan Cyril O’Donnel dalam bukunya “principles of management” menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.
S. P Siagian dalam bukunya “Filsafat Administrasi” memberikan definisi tentang pengawasan sebagai proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.
Sarwoto dalam bukunya “Dasar-Dasar Organisasi dan Manajemen” menyatakan sebagai berikut: pengawasan adalah kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki.


2.2  Ruang Lingkup Pengawasan
Pengawasan bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun hal-hal lainnya. Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan, dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah mata uang” artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.

2.3 Tujuan Pengawasan
Menjamin ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah (aturan yang berlaku) menertibkan koordinasi kegiatan. Kalau pelaksana pengawasan banyak jangan ada objek pengawasan dilakukan berulang-ulang, sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan. Mencegah pemborosan dan penyimpangan. Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk melindungi masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus dicegah oleh penyimpangan yang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama dagang yang sepuluh kali obat nama obat generic dengan komposisi dan kualitas yang sama, pada hal yang berbeda hanya promosinya saja, maka wajarkah biaya promosi yang demikian besar dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai prinsip pengawasan yang melindungi masyarakat.
Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan. Tujuan akhir suatu pekerjaan yang professional adalah terciptanya kepuasan masyarakat (konsumen), masyarakat puas akan datang kembali dan mengajak teman-temannya, sehingga meningkatkan produksi atau penjualan yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Membina kepercayaan masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang dihasilkan memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja percaya pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan perlindungan pada masyarakat dan akhirnya percaya pula pada kepemimpinan organisasi

2.4  Proses Pengawasan
Proses Pengawasan adalah Proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya pengawasan itu terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas dan tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen. Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan fungsi administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan, serta mewujudkan peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.
Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana.
Proses pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok ini menurut George R Terry meliputi:
1.      Menetapkan Standar Pengawasan
Standar Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan semestinya atau tidak. Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
a)      Rencana yang telah ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki, faktor waktu penyelesaian pekerjaan.
b)      Ketentuan serta kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan tentang tata kerja, ketentuan tentang prosedur kerja (tata cara kerja), peraturan UU yang berkaitan dengan pekerjaan, kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.
c)      Prinsip-prinsip daya guna dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan mencakup aspek rencana dan ketentuan serta kebijaksanaan telah terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan berjalan sesuai semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan, artinya kehemetan dalam penggunaan dana, tenaga, material dan waktu.

2.      Mengukur Pelaksanaan Pekerjaan
Penilaian atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan dapat dilakukan melalui antara lain:
a)      Laporan (lisan dan tertulis)
b)      Buku catatan harian
c)      Jadwal atau grafik produksi/hasil
d)      Inspeksi atau pengawasan langsung, pertemuan/konferensi dengan petugas-petugas yang bersangkutan, survei yang dilakukan oleh tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik.

3.      Membandingkan Standar Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan
Aktifitas tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan perbandingan antara hasil pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk mengetahui apakah diantaranya terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaan tersebut kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.

4.      Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Apabila diketahui adanya perbedaan, sebab-sebabnya perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan tersebut di atas ada perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara penyusunan rencana/standar baru, disamping membereskan factor lain yang menyangkut penyimpangan tersebut, antara lain:
·         Reorganisasi
·         Peringatan bagi pelaksana yang bersangkutan, dsb.

2.5  Jenis-Jenis Pengawasan
1.      Berdasarkan Lembaga
a.      Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan Melekat)
Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa pengawasan terdiri dari:
a)      Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat daerah.
b)      Pengawasan yang dilakukan secara fungsional oleh aparat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam butir (a) adalah merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3 sebagai berikut:
Pimpinan semua satuan organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan departemen/lembaga instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan meningkatkan mutunya didalam lingkungan tugasnya masing-masing. Pengawasan melekat dimaksud dalam ayat (1) dilakukan:
1)      Melalui penggarisan struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi beserta uraiannya yang jelas pula.
2)      Melalui perincian kebijaksanaan dan pelaksanaan yang dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan.
3)      Melalui rencana kerja yang menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar kegiatan tersebut, dan hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang harus dicapainya.
4)      Melalui prosedur kerja yang merupakan petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan.
5)      Melalui pencatatan hasil kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggung-jawaban, baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan.
6)      Melalui pembinaan personil yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan dengan baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.

b.      Pengawasan Fungsional
Pengawasan fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 4 ayat (4) Inpres No. 15 Tahun 1983 menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri dari:
a)      Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
b)      Inspektorat jenderal departemen, aparat pengawasan lembaga pemerintah non departemen/instansi pemerintah lainnya.
c)      Inspektorat wilayah provinsi.
d)      Inspektorat wilayah kabupaten/kota madya.

c.       Pengawasan Politis (DPR/DPRD)
Pengawasan politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini juga sering pula disebut social control. Contoh-contoh pengawasan jenis ini misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat, melalui media masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat.
Social control sebagai pengawasan politis melalui jalur lembaga-lembaga perwakilan pada saat sekarang sudah terasa semakin mantap, di tingkat pusat pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya pemerintah dan pembangunan terasa semakin intensif dan melembaga antara lain melalui forum rapat kerja komisi dengan pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara komisi-komisi DPR-RI dengan para pejabat tertentu, begitu juga yang dilaksanakan di daerah antara pemda dengan DPRD yang bersangkutan.

d.      Pemeriksaan BPK
BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) adalah perangkat pengawasan eksternal terhadap pemerintah, karena ia berada diluar susunan organisasi pemerintah (Pemerintah dalam arti yang sempit). BPK tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden), tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.

e.       Pengawasan dan Pemeriksaan Lainnya
Dalam pengawasan dan pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan umum yaitu suatu jenis pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap segala kegiatan pemerintah daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintah daerah dengan baik.
Pengawasan umum terhadap pemerintah daerah dilakukan oleh Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota kepada daerah sebagai wakil pemerintah di daerah yang bersangkutan. Bagi Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah (melalui pengawasan prefentif, pengawasan represif, dan pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas pokoknya yang ditugaskan oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Artinya bukan sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.
Mendagri dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam pengawasan umum dan dirjen pemerintahan umum dan dirjen otonomi daerah dalam hal pengawasan prefentif dan pengawasan represif.
Ditingkat provinsi, gubernur dibantu oleh inspektorat wilayah provinsi dalam hal pengawasan umum sedangkan pengawasan prefentif dan pengawasan represif gubernur dibantu oleh sekretariat daerah (c.q. Biro Hukum dalam produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut perda).

2.      Berdasarkan Waktu
a.      Pengawasan Preventif
Jenis pengawasan preventif adalah pengawasan atas jalannya pemerintah daerah yang sekarang diatur dalam undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah. Secara umum arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang bersifat rencana. Pengawasan preventif mengandung prinsip bahwa peraturan daerah dan keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, cara dari pemerintah melakukan yaitu Pengawasan terhadap rancangan peraturan daerah (Raperda) yaitu terhadap rancangan perda yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR sebelum disahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri untuk Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota.
Mekanisme ini dilakukan agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal. Pembinaan atas penyelenggaraan pemda adalah upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau gubernur selaku wakil pemerintahan di daerah untuk mewujudkan tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah. Pembinaan oleh pemerintah, menteri dan pimpinan lembaga pemerintah non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan pengawasan provinsi serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas penyelenggaraan pemda adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemda berjalan sesuai dengan rencana dan ketentuan Perundang-undangan yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap Perda dan peraturan kepala daerah.

b.      Pengawasan Represif
Pengawasan represif mempunyai pengertian secara umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan dilaksanakan. Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari pengawasan prefentif. Pemerintah melakukan cara yaitu pengawasan terhadap semua perda diluar dari Raperda yang mengatur pajak daerah, retribusi daerah, APBD, dan RUTR, yaitu setiap perda wajib disampaikan kepada Mendagri untuk provinsi dan gubernur untuk Kabupaten/Kota untuk memperoleh klarifikasi. Terhadap perda yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada penyelenggara pemda apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemda tersebut. Sanksi dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik perda, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses sesuai dengan Perundang-undangan.

3.      Berdasarkan Jarak
a.      Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek yang diawasi. Jika pengawasan langsung ini dilakukan terhadap proyek pembangunan fisik, maka yang dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau pemeriksaan setempat itu dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik dilapangan. Kegiatan untuk secara langsung melihat pelaksanaan dari dekat ini, bukan saja perlu dilakukan oleh perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu lagi dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab atas pekerjaan itu.
Dengan demikian ia dapat melihat dan menghayati sendiri bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila dianggap perlu dapat diberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi ataupun keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi jalannya pekerjaan, inilah perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang dilaksanakan oleh manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung ditempat pelaksanaan pekerjaan, baik yang dilakukan oleh pimpinan (manajer) yang bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas pengawasan itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang lebih dikaitkan dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat pengawasan.

b.      Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan tidak langsung adalah merupakan kebalikan dari pengawasan langsung, artinya pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan pekerjaan atau obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh, yaitu “dari belakang meja” caranya ialah dengan mempelajari dan menganalisa segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi. Dokumen-dokumen itu antara lain dapat berupa:
1)      Laporan dari pelaksanaan pekerjaan, baik laporan berkala ataupun laporan insidentil.
2)      Laporan hasil pemeriksaan (LHP) yang diperoleh dari perangkat pengawasan lain.
3)      Surat-surat pengaduan.
4)      Berita atau artikel di media massa.
5)      Dokumen-dokumen lainnya.

Disamping melalui dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan tidak langsung dapat pula mempergunakan bahan laporan lisan dan keterangan-keterangan lisan lainnya. Sesuai dengan sifatnya yang demikian itu kiranya dapat dimengerti bahwa pengawasan tidak langsung itu merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung kelemahan, karena segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap terhadap pengawasan langsung, terutama bila akan menyangkut pengambilan keputusan yang penting-penting.

4.      Berdasarkan Ruang
a.      Pengawasan Intern (Internal Control)
Pengawasan intern adalah merupakan kebalikan dari pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang berarti “dari dalam” itu memang merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti “dari luar” apabila ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern pemerintah, dan inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan pengawasan intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah kabupaten/kota ditinjau dari kabupaten/kota yang ber-sangkutan.

b.      Pengawasan Ekstern (External Control)
Secara harafiah, pengawasan ekstern berarti “pengawasan dari luar” dalam pengawasan ekstern subyek pengawasan yaitu si pengawas berada di luar susunan organisasi obyek yang diawasi. Contoh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada diluar susunan organisasi pemerintah (pemerintah dalam arti yang sempit). Ia tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan (Presiden) tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
      Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila dipandang dari segi pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan intern. Contoh lain lagi adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari komponen-komponen di departemen yang bersangkutan inspektorat jenderal adalah merupakan perangkat pengawasan ekstern, meskipun irjen merupakan perangkat pengawasan intern departemen yang bersangkutan.

2.6  Tipe-Tipe Pengawasan
Dalam pengawasan terdapat beberapa tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas pengawasan, antara lain:
a.   Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)
b.   Pengawasan Pada Saat Kerja Berlangsung (Cocurrent Control)
c.   Pengawasan Feed Back (Feed Back Control)

a.   Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)
Prosedur-prosedur pengawasan pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang direncanakan. Dipandang dari sudut perspektif, maka kebijakan-kebijakan merupakan pedoman untuk tindakan masa mendatang. Walaupun demikian, penting untuk membedakan tindakan menyusun kebijakan-kebijakan dan tindakan mengimplementasikannya.
Merumuskan kebijakan-kebijakan termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tindakan mengimplementasi kebijakan merupakan bagian dari fungsi pengawasan. Pengawasan pendahuluan meliputi:
1.   Pengawasan pendahuluan sumber daya manusia.
2.   Pengawasan pendahuluan bahan-bahan.
3.   Pengawasan pendahuluan modal
4.   Pengawasan pendahuluan sumber daya finansial

b.   Pengawasan Pada Waktu Kerja Berlangsung (Concurrent Control)
Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu mereka berupaya untuk:
1.   Mengajarkan para bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode-metode serta prosedur-prsedur yang tepat.
2.   Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
Proses memberikan pengarahan bukan saja meliputi dengan cara apa petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi juga sikap orang-orang yang memberikan pengarahan.

c.   Pengawasan Umpan Balik (Feed Back Control)
Sifat kas dari metode-metode pengawasan feed back (umpan balik) adalah bahwa dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasan feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
1.   Analysis Laporan Keuangan (Financial Statement Analysis)
2.   Analisis Biaya Standar (Standard Cost Analysis)
3.   Pengawasan Kualitas (Quality Control)
4.   Evaluasi Hasil Pekerjaan Pekerja (Employee Performance Evaluation)

2.7  Pentingnya Pengawasan
Suatu organisasi akan berjalan terus dan semakin kompleks dari waktu kewaktu, banyaknya orang yang berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para pekerjanya. Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting, diantaranya :
·         Perubahan lingkungan organisasi
Berbagai perubahan lingkungan organisasi terjadi terus-menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya inovasi produk dan pesaing baru, ditemukannya bahan baku baru, dsb. Melalui fungsi pengawasannya manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang diciptakan perubahan yang terjadi.

·         Peningkatan kompleksitas organisasi
Semakin besar organisasi, makin memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga. Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan efektif.

·         Meminimalisasikan tingginya kesalahan-kesalahan
Bila para bawahan tidak membuat kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan. Sistem pengawasan memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.

·         Kebutuhan manager untuk mendelegasikan wewenang
Bila manajer mendelegasikan wewenang kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugasnya adalah dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.

·         Komunikasi

·         Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi
      Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian pengambilan tindakan

2.8  Contoh Penerapan Pengawasan
*      Pengawasan Administratif dalam Pemerintahan
Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah oleh pemerintah, gubernur dan bupati/walikota adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa berjalan sesuai rencana dan aturan yang berlaku. Pengawasan ini dilakukan oleh aparat pengawas intern pemerintah sesuai bidang kewenangannya masing-masing (PP No.79/ 2005).
1.      Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, penetausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah (PP No.58/2005).
2.      Pengawasan administrasi umum pemerintahan, dilakukan terhadap kebijakan daerah, kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah.
3.      Pengawasan urusan pemerintahan, dilakukan terhadap urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, kebijakan pinjaman dan hibah luar negeri.
Pada prinsipnya pengawasan administrasif adalah untuk mematuhi peraturan berdasarkan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah di tentukan. Dan jika pengawasan administratif tersebut lengah atau tidak berjalan secara baik atau optimal maka mekanisme kerja akan kacau dan tidak mencapai tujuan dari sebuah organisasi tersebut seperti adanya kasus korupsi dalam pemerintahan.
Faktor terjadinya korupsi yang sangat mendasar di daerah adalah faktor politik dan kekuasaan (legaslatif maupun eksekutif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan yang di milikinya untuk mendapatkan keuntungan pribadi maupun golangan, dengan modus yang berbagai ragam. Mulai perjalanan dinas yang fiktif, penggelembungan dana APBD yang mengatasnamakan rakyat, demi mencapai keuntungan pribadi maupun kelompoknya.
Diperlukan juga sistem pengawasan keuangan negara yang mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang secara formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal (oleh masyarakat/lembaga independen dan media massa), yang dikaitkan dengan keterbukaan informasi.
Dalam proses pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan perlu dibedakan siapa yang berperan, apa dan kapan peran itu boleh dilakukan, yang ditegaskan dengan peraturan perundangan, karena peran-peran tersebut diperankan oleh pemain yang berbeda.

1.      Fungsi Lembaga Pengawasan Eksternal (BPK) dan Internal (APIP)
Meskipin sangat berbeda, tetapi keduanya saling mengisi dan melengkapi. Keduanya merupakan unsur-unsur penting yang diperlukan dan tidak saling menggantikan untuk terselenggaranya good governance dalam manajemen pemerintahan negara.
Lembaga pengawasan internal pemerintah diperlukan untuk mendorong terselenggaranya manajemen pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien pada tiap tingkat pemerintahan, mulai dari Presiden, Menteri, Pimpinan, Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pengawasan internal tidak hanya dilakukan pada saat akhir proses manajemen saja, tetapi berada pada setiap tingkatan proses manajemen. Perubahan paradigma pengawasan internal yang telah meluas dari sekedar watchdog (menemukan penyimpangan) ke posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas pencapaian misi dan tujuan organisasi, mendorong pelaksanaan pengawasan ke arah pemberian nilai tambah yang optimal.

2.      Sebab Praktek-Praktek KKN Cenderung Semakin Meluas
Hal ini menggambarkan kurang efektif dan belum mantapnya peran dan fungsi pengawasan internal, disamping faktor-faktor lain.    Kelembagaan pengawasan internal dan tumpang tindih pengawasan. Masing-masing lembaga pengawasan terkesan berjalan sendiri-sendiri sehingga belum terbentuk secara mantap bersinergi, baik antara aparat pengawasan internal dan eksternal, maupun antar aparat pengawasan internal sendiri.
Hal ini disebabkan belum efektifnya atau bahkan belum adanya ketentuan/peraturan perundangan yang secara jelas mengatur mekanisme, domain, dan hubungan kerja diantara aparat pengawasan internal pemerintah.
Ada 2 (dua) jenis langkah besar yang dilakukan pemerintah dalam pembenahan pengawasan hal tersebut agar menjadi optimal, yaitu:
1.       Pembenahan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) seluruh institusi pengawasan agar menghindari tumpang tindih dan bersifat sinergis (tidak ego sektoral), dapat bekerja secara efisien dan efektif, serta memberikan nilai tambah yang optimal dalam pencapaian misi dan tujuan organisasi (bukan sekedar watchdog untuk menemukan penyimpangan) pada setiap tingkatan proses manajemen.
2.       Pembenahan standar-standar pengendalian internal agar dapat berjalan secara efektif dan memudahkan pengawasan/pemeriksaan, serta mencegah terjadinya KKN sedini mungkin. Pembenahan tupoksi seluruh institusi pengawasan, baik eksternal maupun internal pemerintahan, membenahi tupoksinya secara sadar dan sukarela serta melupakan arogansi institusi, untuk pencapaian tujuan pengawasan yang sinergis, efisien dan efektif. Pengawasan ekstern pemerintah (Legislatif dan BPK) yang berfungsi sebagai penyeimbang (check and balance) terhadap fungsi pelaksanaan (eksekutif) oleh pemerintah bukan berada di atas pemerintah, melainkan sejajar dan harusnya merupakan mitra pemerintah dalam meningkatkan efisiensi Negara, serta concern (menaruh perhatian) terhadap pengawasan yang efisien dan efektif.
BAB III
PENUTUP


3.1  Kesimpulan
Pengawasan merupakan hal penting dalam menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.
Pengawasan adalah serangkaian proses evaluasi terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan, guna menjamin bahwa semua pekerjaan yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan/direncanakan. Dengan adanya pengawasan, kesalahan-kesalahan yang telah terjadi diharapkan dapat diperbaiki dan tidak terulang dikemudian hari. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya pelaksanaan suatu rencana.

No comments:

Post a Comment

Macam-Macam Surat Berharga

BAB I PENDAHULUAN 1.1   Latar Belakang   Dalam dunia perdagangan  kemungkinan pembayaran dengan uang tunai akan memiliki banyak ...