BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengawasan merupakan salah satu
fungsi dalam manajemen suatu organisasi. Dimana memiliki arti suatu proses
mengawasi dan mengevaluasi suatu kegiatan. Suatu Pengawasan dikatakan penting
karena tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan yang
kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para
pekerjanya. Di dalam suatu organisasi terdapat tipe-tipe pengawasan yang
digunakan, seperti pengawasan pendahuluan (preliminary
control), pengawasan pada saat kerja berlangsung (cocurrent control), pengawasan feed
back (feed back control). Didalam
proses pengawasan juga diperlukan tahap-tahap pengawasan untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Tahap-tahap pengawasan tersebut terdiri dari beberapa macam,
yaitu tahap penetapan standar, tahap penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan,
tahap pengukuran pelaksanaan kegiatan, tahap pembandingan pelaksanaan dengan
standar dan analisa penyimpangan dan tahap pengambilan tindakan koreksi.
Suatu organisasi juga memiliki
perancangan proses pengawasan, yang berguna untuk merencanakan secara
sistematis dan terstruktur agar proses pengawasan berjalan sesuai dengan apa
yang dibutuhkan atau direncanakan. Untuk menjalankan proses pengawasan tersebut
dibutuhkan alat bantu manajerial dikarenakan jika terjadi kesalahan dalam suatu
proses dapat langsung diperbaiki. Selain itu, pada alat-alat bantu pengawasan
ini dapat menunjang terwujudnya proses pengawasan yang sesuai dengan kebutuhan.
Pengawasan juga meliputi bidang-bidang pengawasan yang menunjang keberhasilan
dari suatu tujuan organisasi diantaranya.
Pengawasan
pada dasarnya diarahkan sepenuhnya untuk menghindari adanya kemungkinan
penyelewengan atau penyimpangan atas tujuan yang akan dicapai. Melalui pengawasan
diharapkan dapat membantu melaksanakan kebijakan yang telah ditetapkan untuk
mencapai tujuan yang telah direncanakan secara efektif dan efisien. Bahkan,
melalui pengawasan tercipta suatu aktivitas yang berkaitan erat dengan
penentuan atau evaluasi mengenai sejauhmana pelaksanaan kerja sudah
dilaksanakan. Pengawasan juga dapat mendeteksi sejauhmana kebijakan pimpinan
dijalankan dan sampai sejauhmana penyimpangan yang terjadi dalam pelaksanaan
kerja tersebut.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari pengawasan ?
2. Bagaimana ruang lingkup pengawasan ?
3. Apa tujuan dari pengawasan ?
4. Bagaimana proses pengawasan ?
5. Apa saja jenis-jenis pengawasan ?
1.3 Tujuan dan Manfaat
1. Mengetahui pengertian dari
pengawasan.
2. Mengetahui ruang lingkup pengasawan.
3. Mengetahui tujuan dari pengawasan.
4. Mengetahui bagaimana proses pengawasan.
5. Mengetahui jenis-jenis pengawasan.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Pengertian Pengawasan
George R Terry dalam
bukunya “principles of management”
menyatakan pengawasan sebagai
proses untuk mendeterminir apa yang akan dilaksanakan, mengevaluir pelaksanaan
dan bilamana perlu menerapkan tindakan-tindakan korektif sedemikian rupa hingga
pelaksanaan sesuai dengan rencana.
Henry Fayol dalam bukunya “general industrial management”
menyatakan, pengawasan terdiri atas tindakan meneliti apakah segala sesuatu
tercapai atau berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan berdasarkan
instruksi-instruksi yang telah dikeluarkan, prinsip-prinsip yang telah
ditetapkan.
Harold Koonzt dan Cyril
O’Donnel dalam bukunya “principles of
management” menulis bahwa, pengawasan adalah penilaian dan koreksi atas
pelaksanaan kerja yang dilakukan oleh bawahan dengan maksud untuk mendapatkan
keyakinan atau menjamin bahwa tujuan-tujuan perusahaan dan rencana-rencana yang
digunakan untuk mencapainya dilaksanakan.
S. P Siagian dalam bukunya
“Filsafat Administrasi” memberikan definisi tentang pengawasan sebagai proses
pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar
supaya semua pekerjaan yang sedang dilaksanakan berjalan sesuai dengan rencana
yang telah ditentukan sebelumnya.
Sarwoto
dalam bukunya “Dasar-Dasar
Organisasi dan Manajemen” menyatakan sebagai berikut: pengawasan adalah
kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan-pekerjaan
terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang
dikehendaki.
2.2 Ruang Lingkup Pengawasan
Pengawasan
bertujuan menunjukkan atau menemukan kelemahan-kelemahan agar dapat diperbaiki
dan mencegah berulangnya kelemahan-kelemahan itu. Pengawasan beroperasi terhadap
segala hal, baik terhadap benda, manusia, perbuatan, maupun hal-hal lainnya.
Pengawasan manajemen perusahaan untuk memaksa agar kejadian-kejadian sesuai
dengan rencana. Jadi pengawasan hubungannya erat sekali dengan perencanaan,
dapat dikatakan bahwa “perencanaan dan pengawasan adalah kedua sisi dari sebuah
mata uang” artinya rencana tanpa pengawasan akan menimbulkan
penyimpangan-penyimpangan dengan tanpa ada alat untuk mencegahnya.
2.3 Tujuan Pengawasan
Menjamin
ketepatan pelaksanaan sesuai rencana, kebijaksanaan dan perintah (aturan yang
berlaku) menertibkan
koordinasi kegiatan. Kalau
pelaksana pengawasan banyak jangan ada objek pengawasan dilakukan
berulang-ulang, sebaliknya ada objek yang tak pernah tersentuh pengawasan.
Mencegah pemborosan dan penyimpangan. Karena pengawasan mempunyai prinsip untuk
melindungi masyarakat, maka pemborosan dana yang ditanggung masyarakat harus
dicegah oleh penyimpangan yang dilakukan pihak kedua. Misalnya harga obat nama
dagang yang sepuluh kali obat nama obat generic dengan komposisi dan kualitas
yang sama, pada hal yang berbeda hanya promosinya saja, maka wajarkah biaya
promosi yang demikian besar dan cara-cara demikian perlu dipertahankan sebagai
prinsip pengawasan yang melindungi masyarakat.
Menjamin terwujudnya
kepuasan masyarakat atas barang dan jasa yang dihasilkan. Tujuan akhir suatu
pekerjaan yang professional adalah terciptanya kepuasan masyarakat (konsumen), masyarakat puas akan datang
kembali dan mengajak teman-temannya, sehingga meningkatkan produksi atau penjualan
yang akhirnya akan meningkatkan pendapatan perusahaan. Membina kepercayaan
masyarakat pada kepemimpinan organisasi. Jika barang atau jasa yang dihasilkan
memenuhi kualitas yang diharapkan masyarakat, maka masyarakat tidak saja
percaya pada pemberi jasa, tapi juga pada institusi yang memberikan
perlindungan pada masyarakat dan akhirnya percaya pula pada kepemimpinan
organisasi
2.4 Proses Pengawasan
Proses
Pengawasan adalah Proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan,
agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana. Artinya pengawasan itu
terdiri atas berbagai aktivitas, agar segala sesuatu yang menjadi tugas dan
tanggungjawab manajemen terselenggarakan. Proses pengawasan merupakan hal
penting dalam menjalankan kegiatan organisasi, oleh karena itu setiap pimpinan
harus dapat menjalankan fungsi pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen.
Fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan organisasi terhadap setiap
pegawai yang berada dalam organisasi adalah wujud dari pelaksanaan fungsi
administrasi dari pimpinan organisasi terhadap para bawahan, serta mewujudkan
peningkatan efektifitas, efisiensi, rasionalitas, dan ketertiban dalam pencapaian
tujuan dan pelaksanaan tugas organisasi.
Pengawasan
yang dilakukan oleh pimpinan organisasi akan memberikan implikasi terhadap
pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan
baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan
dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya
pelaksanaan suatu rencana.
Proses
pengawasan terdiri dari beberapa tindakan (langkah pokok) tertentu yang
bersifat fundamental bagi semua pengawasan manajerial, langkah-langkah pokok
ini menurut George R Terry meliputi:
1.
Menetapkan Standar
Pengawasan
Standar
Pengawasan adalah suatu standar (tolok ukur) yang merupakan patokan bagi
pengawas dalam menilai apakah obyek atau pekerjaan yang diawasi berjalan dengan
semestinya atau tidak. Standar pengawasan mengandung 3 (tiga) aspek, yaitu:
a)
Rencana yang telah
ditetapkan, mencakup kualitas dan kuantitas hasil pekerjaan yang hendak
dicapai, sasaran-sasaran fungsional yang dikehendaki, faktor waktu penyelesaian
pekerjaan.
b)
Ketentuan serta
kebijaksanaan yang berlaku, mencakup ketentuan tentang tata kerja, ketentuan
tentang prosedur kerja (tata cara kerja), peraturan UU yang berkaitan dengan
pekerjaan, kebijaksanaan resmi yang berlaku, dll.
c)
Prinsip-prinsip daya guna
dan hasil guna dalam melaksanakan pekerjaan mencakup aspek rencana dan
ketentuan serta kebijaksanaan telah terpenuhi, pekerjaan belum dapat dikatakan
berjalan sesuai semestinya apabila efisien dan efektivitasnya diabaikan,
artinya kehemetan dalam penggunaan dana, tenaga, material dan waktu.
2.
Mengukur Pelaksanaan
Pekerjaan
Penilaian
atau pengukuran terhadap pekerjaan yang sudah/senyatanya dikerjakan dapat
dilakukan melalui antara lain:
a)
Laporan (lisan dan
tertulis)
b)
Buku catatan harian
c)
Jadwal atau grafik
produksi/hasil
d)
Inspeksi atau pengawasan
langsung, pertemuan/konferensi
dengan petugas-petugas yang bersangkutan, survei yang dilakukan oleh
tenaga staf atau melalui penggunaan alat teknik.
3.
Membandingkan Standar
Pengawasan dengan Hasil Pelaksanaan Pekerjaan
Aktifitas
tersebut di atas merupakan kegiatan yang dilakukan perbandingan antara hasil
pengukuran dengan standar. Maksudnya, untuk mengetahui apakah diantaranya
terdapat perbedaan dan jika ada, maka seberapa besarnya perbedaan tersebut
kemudian untuk menentukan perbedaan itu perlu diperbaiki atau tidak.
4.
Tindakan Koreksi (Corrective Action)
Apabila diketahui adanya perbedaan,
sebab-sebabnya perbedaan, dan letak sumber perbedaan, maka langkah terakhir
adalah mengusahakan dan melaksanakan tindakan perbaikannya. Dari kegiatan
tersebut di atas ada perbaikan yang mudah dilakukan, tetapi ada juga yang tidak
mungkin untuk diperbaiki dalam waktu rencana yang telah ditentukan. Untuk
solusinya maka perbaikan dilaksanakan pada periode berikutnya dengan cara penyusunan
rencana/standar baru, disamping membereskan factor lain yang menyangkut
penyimpangan tersebut, antara lain:
·
Reorganisasi
·
Peringatan bagi pelaksana
yang bersangkutan, dsb.
2.5 Jenis-Jenis Pengawasan
1. Berdasarkan Lembaga
a. Pengawasan Atasan Langsung (Pengawasan
Melekat)
Dasar: Instruksi Presiden No. 15 Tahun 1983
tentang Pedoman Pelaksanaan Pengawasan. Pasal 2 ayat (1) menyebutkan bahwa
pengawasan terdiri dari:
a)
Pengawasan yang dilakukan
oleh pimpinan atasan langsung baik di tingkat Pusat maupun di tingkat daerah.
b)
Pengawasan yang dilakukan
secara fungsional oleh aparat pengawasan. Pengawasan yang dimaksud dalam butir
(a) adalah merupakan pengawasan atasan langsung, sesuai dengan bunyi pasal 3
sebagai berikut:
Pimpinan semua satuan
organisasi pemerintahan, termasuk proyek pembangunan di lingkungan
departemen/lembaga instansi lainnya, menciptakan pengawasan melekat dan
meningkatkan mutunya didalam lingkungan tugasnya masing-masing. Pengawasan melekat dimaksud
dalam ayat (1) dilakukan:
1)
Melalui penggarisan
struktur organisasi yang jelas dengan pembagian tugas dan fungsi beserta
uraiannya yang jelas pula.
2)
Melalui perincian
kebijaksanaan dan pelaksanaan
yang dituangkan secara tertulis yang dapat menjadi pegangan dalam
pelaksanaannya oleh bawahan yang menerima pelimpahan wewenang dari atasan.
3)
Melalui rencana kerja yang
menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan, bentuk hubungan kerja antar
kegiatan tersebut, dan hubungan antar berbagai kegiatan beserta sasaran yang
harus dicapainya.
4)
Melalui prosedur kerja yang merupakan
petunjuk pelaksanaan yang jelas dari atasan kepada bawahan.
5)
Melalui pencatatan hasil
kerja serta pelaporannya yang merupakan alat bagi atasan untuk mendapatkan
informasi yang diperlukan bagi pengambilan keputusan serta penyusunan pertanggung-jawaban,
baik mengenai pelaksanaan tugas maupun mengenai pengelolaan keuangan.
6)
Melalui pembinaan personil
yang terus menerus agar para pelaksana menjadi unsur yang mampu melaksanakan
dengan baik tugas yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak melakukan tindakan
yang bertentangan dengan maksud serta kepentingan tugasnya.
b. Pengawasan Fungsional
Pengawasan
fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat yang diadakan khusus
untuk membantu pimpinan (manajer) dalam menjalankan fungsi pengawasan di
lingkungan organisasi yang menjadi tanggung jawabnya. Pasal 4 ayat (4) Inpres
No. 15 Tahun 1983 menyatakan bahwa pengawasan fungsional terdiri dari:
a)
Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan (BPKP)
b)
Inspektorat jenderal departemen, aparat pengawasan lembaga pemerintah non departemen/instansi
pemerintah lainnya.
c)
Inspektorat wilayah provinsi.
d)
Inspektorat wilayah kabupaten/kota madya.
c. Pengawasan Politis
(DPR/DPRD)
Pengawasan
politis disebut juga pengawasan informal karena biasanya pengawasan yang
dilakukan oleh masyarakat baik langsung maupun tidak langsung. Pengawasan ini
juga sering pula disebut social control.
Contoh-contoh pengawasan jenis ini
misalnya pengawasan melalui surat-surat pengaduan masyarakat, melalui media
masa dan melalui badan-badan perwakilan rakyat.
Social control sebagai pengawasan politis
melalui jalur lembaga-lembaga perwakilan pada saat sekarang sudah terasa
semakin mantap, di tingkat pusat pengawasan oleh DPR-RI atas jalannya
pemerintah dan pembangunan terasa semakin intensif dan melembaga antara lain
melalui forum rapat kerja komisi dengan pemerintah dan forum dengar pendapat (hearing) antara komisi-komisi DPR-RI
dengan para pejabat tertentu, begitu juga yang dilaksanakan di daerah antara pemda dengan DPRD yang
bersangkutan.
d. Pemeriksaan BPK
BPK
(Badan Pemeriksa Keuangan) adalah perangkat pengawasan eksternal terhadap pemerintah,
karena ia berada diluar susunan organisasi pemerintah (Pemerintah dalam arti
yang sempit). BPK tidak mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada
kepala pemerintahan (Presiden), tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan
tugasnya kepada DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Republik Indonesia.
e.
Pengawasan
dan Pemeriksaan Lainnya
Dalam
pengawasan dan pemeriksaan lainnya merupakan pengawasan umum yaitu suatu jenis
pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah terhadap segala kegiatan pemerintah
daerah untuk menjamin penyelenggaraan pemerintah daerah dengan baik.
Pengawasan
umum terhadap pemerintah daerah dilakukan oleh Mendagri dan Gubernur/Bupati/Wali
Kota kepada daerah
sebagai wakil pemerintah di daerah yang bersangkutan. Bagi Mendagri dan
Gubernur/Bupati/Wali Kota, pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah (melalui pengawasan
prefentif, pengawasan represif,
dan pengawasan umum) adalah merupakan salah satu tugas pokoknya yang ditugaskan
oleh undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah. Artinya bukan
sekedar sebagai fungsi manajemen biasa.
Mendagri
dalam menjalankan tugas dibidang pengawasan atas jalannya pemerintahan daerah
dalam prakteknya dibantu oleh inspektur jenderal dalam pengawasan umum dan
dirjen pemerintahan umum dan dirjen otonomi daerah dalam hal pengawasan prefentif dan pengawasan
represif.
Ditingkat
provinsi, gubernur dibantu oleh inspektorat wilayah provinsi dalam hal
pengawasan umum sedangkan pengawasan prefentif
dan pengawasan represif gubernur
dibantu oleh sekretariat daerah
(c.q. Biro Hukum dalam produk peraturan perundang-undangan yang menyangkut
perda).
2. Berdasarkan Waktu
a. Pengawasan Preventif
Jenis pengawasan preventif
adalah pengawasan atas jalannya pemerintah daerah yang sekarang diatur dalam
undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan
daerah. Secara umum arti pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan
sebelum pelaksanaan, ini berarti pengawasan terhadap segala sesuatu yang
bersifat rencana. Pengawasan preventif mengandung prinsip bahwa peraturan daerah dan keputusan kepala daerah mengenai pokok tertentu
harus berlaku sesudah ada pengesahan pejabat yang berwenang, cara dari
pemerintah melakukan yaitu Pengawasan terhadap rancangan
peraturan daerah (Raperda) yaitu
terhadap rancangan perda
yang mengatur pajak daerah,
retribusi daerah,
APBD, dan RUTR
sebelum disahkan oleh kepala Daerah terlebih dahulu dievaluasi oleh Mendagri
untuk Raperda Provinsi, dan oleh Gubernur terhadap Raperda Kabupaten/Kota.
Mekanisme ini dilakukan
agar pengaturan tentang hal-hal tersebut dapat mencapai daya guna dan hasil
guna yang optimal. Pembinaan atas penyelenggaraan pemda adalah upaya yang
dilakukan oleh pemerintah atau gubernur
selaku wakil pemerintahan
di daerah untuk mewujudkan
tercapainya tujuan penyelenggaraan otonomi daerah.
Pembinaan oleh pemerintah,
menteri dan pimpinan lembaga pemerintah
non departemen melakukan pembinaan sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing yang dikoordinasikan oleh Mendagri untuk pembinaan dan pengawasan
provinsi serta oleh Gubernur untuk pembinaan dan pengawasan Kabupaten/Kota.
Pengawasan atas
penyelenggaraan pemda
adalah proses kegiatan yang ditujukan untuk menjamin agar pemda berjalan sesuai dengan
rencana dan ketentuan Perundang-undangan
yang berlaku. Pengawasan yang dilaksanakan oleh pemerintah terkait dengan
penyelenggaraan urusan pemerintahan dan utamanya terhadap Perda dan peraturan
kepala daerah.
b. Pengawasan Represif
Pengawasan represif mempunyai
pengertian secara umum sebagai pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau
kegiatan dilaksanakan. Jadi pengawasan represif ini merupakan kebalikan dari
pengawasan prefentif. Pemerintah melakukan cara yaitu pengawasan terhadap semua perda diluar dari Raperda
yang mengatur pajak daerah,
retribusi daerah,
APBD, dan RUTR, yaitu setiap perda
wajib disampaikan kepada Mendagri untuk provinsi
dan gubernur untuk Kabupaten/Kota
untuk memperoleh klarifikasi.
Terhadap perda
yang bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan yang lebih tinggi dapat
dibatalkan sesuai mekanisme yang berlaku.
Dalam rangka mengoptimalkan
fungsi pembinaan dan pengawasan, pemerintah dapat menerapkan sanksi kepada
penyelenggara pemda
apabila diketemukan adanya penyimpangan dan pelanggaran oleh penyelenggara pemda tersebut. Sanksi
dimaksud antara lain dapat berupa penataan kembali suatu daerah otonom, pembatalan
pengangkatan pejabat, penangguhan dan pembatalan berlakunya suatu kebijakan daerah baik perda, keputusan kepala daerah, dan ketentuan lain
yang ditetapkan daerah serta dapat memberikan sanksi pidana yang diproses
sesuai dengan Perundang-undangan.
3. Berdasarkan Jarak
a. Pengawasan Langsung
Pengawasan Langsung adalah
pengawasan yang dilakukan dengan cara mendatangi dan melakukan pemeriksaan di tempat (on the spot) terhadap obyek yang
diawasi. Jika pengawasan langsung ini dilakukan terhadap proyek pembangunan
fisik, maka yang dimaksud dengan pemeriksaan di tempat atau pemeriksaan
setempat itu dapat berupa pemeriksaan administratif atau pemeriksaan fisik
dilapangan. Kegiatan untuk secara langsung melihat pelaksanaan dari dekat ini,
bukan saja perlu dilakukan oleh perangkat pengawasan akan tetapi lebih perlu
lagi dilakukan oleh manajer atau pimpinan yang bertanggungjawab atas pekerjaan
itu.
Dengan demikian ia dapat
melihat dan menghayati sendiri bagaimana pekerjaan itu dilaksanakan, dan bila
dianggap perlu dapat diberikan petunjuk-petunjuk dan instruksi-instruksi
ataupun keputusan-keputusan yang secara langsung menyangkut dan mempengaruhi
jalannya pekerjaan, inilah perwujudan nyata dari fungsi pengendalian yang
dilaksanakan oleh manajemen. Kegiatan untuk melihat langsung ditempat
pelaksanaan pekerjaan, baik yang dilakukan oleh pimpinan (manajer) yang
bertanggungjawab atas pelaksanaan pekerjaan maupun oleh petugas pengawasan
itulah yang disebut inspeksi. Inspeksi ini adalah istilah yang lebih dikaitkan
dengan kegiatan manajer daripada kegiatan perangkat pengawasan.
b. Pengawasan Tidak Langsung
Pengawasan
tidak langsung adalah merupakan kebalikan dari pengawasan langsung, artinya
pengawasan tidak langsung itu dilakukan dengan tanpa mendatangi tempat pelaksanaan
pekerjaan atau obyek yang diawasi atau tegasnya dilakukan dari jarak jauh,
yaitu “dari belakang meja” caranya ialah dengan mempelajari dan menganalisa
segala dokumen yang menyangkut obyek yang diawasi. Dokumen-dokumen itu antara
lain dapat berupa:
1)
Laporan dari pelaksanaan
pekerjaan, baik laporan berkala ataupun laporan insidentil.
2)
Laporan hasil pemeriksaan
(LHP) yang diperoleh dari perangkat pengawasan lain.
3)
Surat-surat pengaduan.
4)
Berita atau artikel di
media massa.
5)
Dokumen-dokumen lainnya.
Disamping melalui
dokumen-dokumen tertulis tersebut, pengawasan tidak langsung dapat pula
mempergunakan bahan laporan lisan dan keterangan-keterangan lisan lainnya.
Sesuai dengan sifatnya yang demikian itu kiranya dapat dimengerti bahwa
pengawasan tidak langsung itu merupakan cara pengawasan yang banyak mengandung
kelemahan, karena segala bahan-bahan informasi tersebut belum tentu sesuai
dengan kenyataan yang sebenarnya di lapangan. Oleh karena itu pengawasan tidak
langsung sebaiknya hanya dapat dipakai sebagai pembantu atau pelengkap terhadap
pengawasan langsung, terutama bila akan menyangkut pengambilan keputusan yang
penting-penting.
4. Berdasarkan Ruang
a. Pengawasan Intern (Internal Control)
Pengawasan intern adalah
merupakan kebalikan dari pengawasan ekstern, karena pengertian intern yang
berarti “dari dalam” itu memang merupakan kebalikan dari ekstern yang berarti
“dari luar” apabila ditinjau dari pemerintah BPKP merupakan pengawasan intern
pemerintah, dan inspektorat jenderal ditinjau dari departemen merupakan
pengawasan intern departemen yang bersangkutan. Contoh lain inspektorat wilayah
provinsi ditinjau dari provinsi yang bersangkutan, dan inspektorat wilayah kabupaten/kota ditinjau dari kabupaten/kota yang ber-sangkutan.
b. Pengawasan Ekstern (External Control)
Secara
harafiah, pengawasan ekstern berarti “pengawasan dari luar” dalam pengawasan
ekstern subyek pengawasan yaitu si pengawas berada di luar susunan organisasi
obyek yang diawasi. Contoh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) adalah merupakan
perangkat pengawasan ekstern terhadap pemerintah, karena ia berada diluar
susunan organisasi pemerintah (pemerintah dalam arti yang sempit). Ia tidak
mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada kepala pemerintahan
(Presiden) tetapi BPK mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya kepada Dewan
Perwakilan Rakyat Republik Indonesia.
Contoh lain adalah pengawasan yang dilakukan oleh BPKP terhadap
departemen dan lembaga pemerintah lainnya meskipun apabila dipandang dari segi
pemerintah, BPKP itu merupakan perangkat pengawasan intern. Contoh lain lagi
adalah inspektorat jenderal, ditinjau dari komponen-komponen di departemen yang
bersangkutan inspektorat jenderal adalah merupakan perangkat pengawasan
ekstern, meskipun irjen merupakan perangkat pengawasan intern departemen yang
bersangkutan.
2.6 Tipe-Tipe Pengawasan
Dalam pengawasan terdapat beberapa
tipe pengawasan seperti yang diungkapkan Winardi (2000, hal. 589). Fungsi
pengawasan dapat dibagi dalam tiga macam tipe, atas dasar fokus aktivitas
pengawasan, antara lain:
a. Pengawasan
Pendahuluan (Preliminary Control)
b. Pengawasan Pada
Saat Kerja Berlangsung (Cocurrent Control)
c. Pengawasan Feed
Back (Feed Back Control)
a. Pengawasan Pendahuluan (Preliminary Control)
Prosedur-prosedur pengawasan
pendahuluan mencakup semua upaya manajerial guna memperbesar kemungkinan bahwa hasil-hasil
aktual akan berdekatan hasilnya dibandingkan dengan hasil-hasil yang
direncanakan. Dipandang dari sudut perspektif, maka kebijakan-kebijakan merupakan pedoman untuk tindakan
masa mendatang. Walaupun demikian, penting untuk membedakan tindakan menyusun
kebijakan-kebijakan dan tindakan
mengimplementasikannya.
Merumuskan kebijakan-kebijakan
termasuk dalam fungsi perencanaan sedangkan tindakan mengimplementasi kebijakan merupakan bagian dari fungsi
pengawasan. Pengawasan pendahuluan meliputi:
1. Pengawasan
pendahuluan sumber daya manusia.
2. Pengawasan
pendahuluan bahan-bahan.
3. Pengawasan
pendahuluan modal
4. Pengawasan
pendahuluan sumber daya finansial
b. Pengawasan
Pada Waktu Kerja Berlangsung (Concurrent Control)
Concurrent control terutama terdiri dari tindakan-tindakan para supervisor
yang mengarahkan pekerjaan para bawahan mereka. Direction berhubungan dengan tindakan-tindakan para manajer sewaktu
mereka berupaya untuk:
1. Mengajarkan para
bawahan mereka bagaimana cara penerapan metode-metode serta prosedur-prsedur yang
tepat.
2. Mengawasi pekerjaan mereka agar pekerjaan dilaksanakan
sebagaimana mestinya.
Proses memberikan pengarahan bukan
saja meliputi dengan cara apa petunjuk-petunjuk dikomunikasikan tetapi ia meliputi
juga sikap orang-orang yang memberikan pengarahan.
c. Pengawasan Umpan Balik (Feed Back Control)
Sifat kas dari metode-metode
pengawasan feed back (umpan balik)
adalah bahwa
dipusatkan perhatian pada hasil-hasil historikal, sebagai landasan untuk
mengoreksi tindakan-tindakan masa mendatang.
Adapun sejumlah metode pengawasan
feed back yang banyak dilakukan oleh dunia bisnis yaitu:
1. Analysis Laporan
Keuangan (Financial Statement Analysis)
2. Analisis Biaya
Standar (Standard Cost Analysis)
3. Pengawasan
Kualitas (Quality Control)
4. Evaluasi Hasil
Pekerjaan Pekerja (Employee Performance
Evaluation)
2.7 Pentingnya Pengawasan
Suatu organisasi akan berjalan terus dan
semakin kompleks dari waktu kewaktu, banyaknya orang yang
berbuat kesalahan dan guna mengevaluasi atas hasil kegiatan yang telah
dilakukan, inilah yang membuat fungsi pengawasan semakin penting dalam setiap
organisasi. Tanpa adanya pengawasan yang baik tentunya akan menghasilkan tujuan
yang kurang memuaskan, baik bagi organisasinya itu sendiri maupun bagi para
pekerjanya. Ada beberapa alasan mengapa pengawasan itu penting,
diantaranya :
·
Perubahan lingkungan organisasi
Berbagai perubahan lingkungan
organisasi terjadi terus-menerus dan tak dapat dihindari, seperti munculnya
inovasi produk dan pesaing baru, ditemukannya bahan baku baru, dsb. Melalui fungsi pengawasannya
manajer mendeteksi perubahan yang berpengaruh pada barang dan jasa organisasi
sehingga mampu menghadapi tantangan atau memanfaatkan kesempatan yang
diciptakan perubahan yang terjadi.
·
Peningkatan kompleksitas organisasi
Semakin besar organisasi, makin
memerlukan pengawasan yang lebih formal dan hati-hati. Berbagai jenis produk
harus diawasi untuk menjamin kualitas dan profitabilitas tetap terjaga.
Semuanya memerlukan pelaksanaan fungsi pengawasan dengan lebih efisien dan
efektif.
·
Meminimalisasikan tingginya kesalahan-kesalahan
Bila para bawahan tidak membuat
kesalahan, manajer dapat secara sederhana melakukan fungsi pengawasan. Tetapi
kebanyakan anggota organisasi sering membuat kesalahan. Sistem pengawasan
memungkinkan manajer mendeteksi kesalahan tersebut sebelum menjadi kritis.
·
Kebutuhan manager untuk mendelegasikan wewenang
Bila manajer mendelegasikan wewenang
kepada bawahannya tanggung jawab atasan itu sendiri tidak berkurang. Satu-satunya
cara manajer dapat menentukan apakah bawahan telah melakukan tugasnya adalah
dengan mengimplementasikan sistem pengawasan.
·
Komunikasi
·
Menilai informasi dan mengambil tindakan koreksi
Langkah terakhir adalah pembandingan penunjuk dengan
standar, penentuan apakah tindakan koreksi perlu diambil dan kemudian
pengambilan tindakan
2.8 Contoh Penerapan
Pengawasan

Pengawasan atas penyelenggaraan pemerintahan
daerah oleh pemerintah, gubernur dan bupati/walikota adalah proses kegiatan
yang ditujukan untuk menjamin penyelenggaraan pemerintahan daerah dan desa
berjalan sesuai rencana dan aturan yang berlaku. Pengawasan ini dilakukan oleh aparat pengawas intern
pemerintah sesuai bidang kewenangannya masing-masing (PP No.79/ 2005).
1.
Pengelolaan keuangan daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penetausahaan, pelaporan, dan pertanggungjawaban
keuangan daerah (PP No.58/2005).
2.
Pengawasan administrasi umum pemerintahan, dilakukan terhadap kebijakan daerah,
kelembagaan, pegawai daerah, keuangan daerah dan barang daerah.
3.
Pengawasan urusan pemerintahan, dilakukan terhadap
urusan wajib, urusan pilihan, dana dekonsentrasi, tugas pembantuan, kebijakan
pinjaman dan hibah luar negeri.
Pada prinsipnya pengawasan administrasif
adalah untuk mematuhi peraturan berdasarkan mekanisme kerja
untuk mencapai tujuan sebuah organisasi yang telah di tentukan. Dan jika pengawasan
administratif tersebut lengah atau tidak berjalan secara baik atau optimal maka
mekanisme kerja akan kacau dan tidak mencapai tujuan dari sebuah organisasi
tersebut seperti adanya kasus korupsi dalam pemerintahan.
Faktor terjadinya korupsi yang sangat mendasar
di daerah adalah faktor politik dan kekuasaan (legaslatif maupun eksekutif) yang menyalahgunakan kekuasaan dan kewenangan
yang di milikinya untuk
mendapatkan keuntungan pribadi maupun golangan, dengan modus yang berbagai ragam. Mulai perjalanan dinas yang fiktif, penggelembungan dana APBD yang mengatasnamakan rakyat, demi mencapai keuntungan pribadi maupun kelompoknya.
Diperlukan juga sistem pengawasan keuangan
negara yang mampu mengatasi korupsi, baik formal (oleh lembaga yang secara
formal ditugaskan untuk mengawasi), maupun informal (oleh masyarakat/lembaga independen dan media massa), yang dikaitkan dengan keterbukaan informasi.
Dalam proses pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan perlu
dibedakan siapa yang berperan, apa dan kapan peran itu boleh dilakukan, yang ditegaskan dengan peraturan perundangan, karena peran-peran
tersebut diperankan oleh pemain yang
berbeda.
1.
Fungsi Lembaga Pengawasan Eksternal (BPK) dan Internal (APIP)
Meskipin sangat berbeda, tetapi keduanya saling mengisi dan melengkapi.
Keduanya merupakan unsur-unsur penting yang diperlukan dan tidak saling
menggantikan untuk terselenggaranya good
governance dalam manajemen
pemerintahan negara.
Lembaga pengawasan internal pemerintah diperlukan untuk mendorong
terselenggaranya manajemen pemerintahan yang bersih, efektif dan efisien pada
tiap tingkat pemerintahan, mulai dari Presiden, Menteri, Pimpinan, Gubernur, Bupati, dan Walikota.
Pengawasan internal tidak hanya dilakukan pada saat akhir proses manajemen saja, tetapi
berada pada setiap tingkatan proses manajemen. Perubahan paradigma pengawasan internal yang telah
meluas dari sekedar watchdog
(menemukan penyimpangan) ke posisi yang lebih luas yaitu pada efektivitas
pencapaian misi dan tujuan organisasi, mendorong pelaksanaan pengawasan ke arah pemberian
nilai tambah yang optimal.
2.
Sebab Praktek-Praktek KKN Cenderung Semakin Meluas
Hal ini
menggambarkan kurang efektif dan belum mantapnya peran dan fungsi pengawasan internal, disamping faktor-faktor lain. Kelembagaan pengawasan internal
dan tumpang tindih pengawasan. Masing-masing lembaga pengawasan terkesan
berjalan sendiri-sendiri sehingga belum terbentuk secara mantap bersinergi, baik antara aparat pengawasan internal dan eksternal, maupun antar aparat pengawasan internal sendiri.
Hal ini
disebabkan belum efektifnya atau bahkan belum adanya ketentuan/peraturan
perundangan yang secara jelas mengatur mekanisme, domain, dan hubungan kerja
diantara aparat pengawasan internal pemerintah.
Ada 2
(dua) jenis langkah besar yang dilakukan pemerintah dalam pembenahan pengawasan hal tersebut agar menjadi optimal, yaitu:
1. Pembenahan tugas pokok dan fungsi (tupoksi)
seluruh institusi pengawasan agar menghindari tumpang tindih dan bersifat
sinergis (tidak ego sektoral), dapat bekerja secara efisien dan efektif, serta
memberikan nilai tambah yang optimal dalam pencapaian misi dan tujuan
organisasi (bukan sekedar watchdog
untuk menemukan penyimpangan) pada setiap tingkatan proses manajemen.
2.
Pembenahan standar-standar pengendalian internal agar dapat berjalan secara efektif dan
memudahkan pengawasan/pemeriksaan, serta mencegah terjadinya KKN sedini
mungkin. Pembenahan tupoksi seluruh institusi pengawasan, baik eksternal maupun internal
pemerintahan, membenahi tupoksinya secara sadar dan sukarela serta melupakan
arogansi institusi, untuk pencapaian tujuan pengawasan yang sinergis, efisien dan
efektif. Pengawasan ekstern
pemerintah (Legislatif dan BPK) yang berfungsi sebagai penyeimbang (check and balance) terhadap fungsi
pelaksanaan (eksekutif) oleh pemerintah bukan berada di atas pemerintah, melainkan sejajar dan harusnya merupakan mitra pemerintah dalam meningkatkan efisiensi Negara, serta concern (menaruh perhatian)
terhadap pengawasan yang
efisien dan efektif.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengawasan merupakan hal penting dalam
menjalankan suatu perencanaan. Dengan adanya pengawasan maka perencanaan yang
diharapkan oleh manajemen dapat terpenuhi dan berjalan dengan baik.
Pengawasan adalah serangkaian proses evaluasi
terhadap pelaksanaan pekerjaan yang telah dilakukan, guna menjamin bahwa semua
pekerjaan yang sedang berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan/direncanakan.
Dengan adanya pengawasan, kesalahan-kesalahan yang telah terjadi diharapkan
dapat diperbaiki dan tidak terulang dikemudian hari. Pengawasan yang dilakukan oleh pimpinan
organisasi akan memberikan implikasi terhadap pelaksanaan rencana, sehingga
pelaksanaan rencana akan baik jika pengawasan dilakukan secara baik, dan tujuan
baru dapat diketahui tercapai dengan baik atau tidak setelah proses pengawasan
dilakukan. Dengan demikian peranan pengawasan sangat menentukan baik buruknya
pelaksanaan suatu rencana.
No comments:
Post a Comment